Facebook Badge

Senin, 02 Juli 2012

Permasalahan Keuangan Daerah


Permasalahan Keuangan Daerah
1.       Regulatory Framework
2.       Capacity
3.       System
4.       Politics
5.       Desain Regional Otonomi dan Desentralisasi Fiskal

Dualisme peraturan yang ada selama ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian dalam pengelolaan keuangan daerah. Betapa tidak, ada dua magnet besar yang menjadi “kiblat” pengelolaan keuangan daerah. Di satu sisi, pemerintah daerah harus tunduk pada paket UU Keuangan Negara yaitu UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara, dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Di sisi lainnya, Pemda harus tunduk pada paket UU Pemerintahan Daerah dan turunannya yaitu UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri No. 13 tahun 2006 beserta perubahannya.
Ini tentunya merupakan masalah besar yang sulit dipecahkan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dua kekuatan yang selama ini menjadi regulator pengelolaan keuangan daerah yaitu Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri memiliki kebijakan tersendiri yang dalam beberapa hal berbeda sehingga menimbulkan tanda tanya besar di daerah. Pengelola Keuangan Daerah dibuat bingung harus memakai peraturan yang mana. Ketika mereka mengunakan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Kemendagri, mereka pada akhirnya harus menyesuaikan dengan peraturan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Contoh sederhana adalah ketika menyusun laporan keuangan, daerah harus menyusun laporan keuangan berdasarkan Permendagri No. 13 tahun 2006 kemudian mereka harus mengkonversi laporan keuangan tersebut berdasarkan SAP. Akan ada pekerjaan ganda, sehingga menimbulkan inefisiensi waktu, tenaga, dan biaya. Akan ada standar ganda yang berbeda di daerah, sehingga penyusunan dan pengintegrasian pelaporan keuangan daerah sulit dilaksanakan. Selain itu resiko terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan maupun pencatatan sangat besar.
Jika kita melihat lebih jauh, permasalahannya bukan hanya terjadi pada saat penyusunan laporan keuangan atau penatausahaan keuangan daerah. Akan tetapi, lebih jauh dari itu semua sebenarnya adanya standar ganda dalam pengelolaan keuangan daerah menunjukkan bahwa birokrasi di negara ini masih buruk. Adanya “perebutan pengaruh” dan belum sinkronnya peraturan menyebabkan keruwetan dalam pengelolaan daerah.