Permasalahan
Keuangan Daerah
1.
Regulatory Framework
2.
Capacity
3.
System
4.
Politics
5.
Desain Regional Otonomi dan Desentralisasi
Fiskal
Dualisme peraturan yang ada selama
ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian dalam pengelolaan keuangan
daerah. Betapa tidak, ada dua magnet besar yang menjadi “kiblat” pengelolaan
keuangan daerah. Di satu sisi, pemerintah daerah harus tunduk pada paket UU
Keuangan Negara yaitu UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara, dan UU No 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Di sisi lainnya, Pemda harus tunduk pada paket UU Pemerintahan Daerah dan
turunannya yaitu UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 58
tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri No. 13 tahun
2006 beserta perubahannya.
Ini tentunya merupakan masalah
besar yang sulit dipecahkan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dua kekuatan yang
selama ini menjadi regulator pengelolaan keuangan daerah yaitu Kementerian
Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri memiliki kebijakan tersendiri yang dalam
beberapa hal berbeda sehingga menimbulkan tanda tanya besar di daerah.
Pengelola Keuangan Daerah dibuat bingung harus memakai peraturan yang mana.
Ketika mereka mengunakan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan
Kemendagri, mereka pada akhirnya harus menyesuaikan dengan peraturan yang
dikeluarkan Kementerian Keuangan. Contoh sederhana adalah ketika menyusun
laporan keuangan, daerah harus menyusun laporan keuangan berdasarkan
Permendagri No. 13 tahun 2006 kemudian mereka harus mengkonversi laporan
keuangan tersebut berdasarkan SAP. Akan ada pekerjaan ganda, sehingga
menimbulkan inefisiensi waktu, tenaga, dan biaya. Akan ada standar ganda yang
berbeda di daerah, sehingga penyusunan dan pengintegrasian pelaporan keuangan
daerah sulit dilaksanakan. Selain itu resiko terjadinya kesalahan dalam
pelaksanaan maupun pencatatan sangat besar.
Jika kita melihat lebih jauh,
permasalahannya bukan hanya terjadi pada saat penyusunan laporan keuangan atau penatausahaan
keuangan daerah. Akan tetapi, lebih jauh dari itu semua sebenarnya adanya
standar ganda dalam pengelolaan keuangan daerah menunjukkan bahwa birokrasi di
negara ini masih buruk. Adanya “perebutan pengaruh” dan belum sinkronnya
peraturan menyebabkan keruwetan dalam pengelolaan daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar