Nilai tukar rupiah sangat penting diketahui dalam penyusunan APBN karena terakait erat dengan beban belanja yang harus dialokasikan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri maupun subsidi barang-barang impor seperti BBM yang sangat vital dalam menunjang perekonomian nasional. Pengeluaran pembiayaan berupa valas harus diukur dalam nilai mata uang rupiah. Jika kurs dijaga pada nilai yang kuat, maka anggaran belanja bunga dan pengeluaran pembiayaan lebih hemat. Subsidi BBM yang minyaknya diimpor harus dibiayai dengan anggaran yang tidak sedikit, sehingga perhitungan kurs yang tepat akan memberikan besaran yang tepat pula dalam memprediksi kebutuhan belanja subsidi. Jika kurs yang ditetapkan dalam APBN terlalu tinggi, bisa saja terjadi surplus anggaran karena kebutuhan subsidi lebih kecil. Tapi, jika kurs dipatok terlau rendah maka ketika nilai rupiah melemah, penutupan defisit anggaran dengan pembiayaan tak terelakkan lagi. Selain itu, banyak barang/jasa yang didatangkan dari luar negeri, sehingga diperlukan besaran yang akurat dalam menentukan besarnya kebutuhan dana dalam nilai rupiah. Lebih jauh lagi, kurs juga penting dalam perhitungan pendapatan bea masuk dan pajak warga negara asing yang tidak dibayarkan dalam mata uang rupiah, sehingga besaran pendapatan dapat diukur secara tepat dalam APBN.
Suku bunga SPN yang menggantikan suku bunga SBI penting diketahui, karena dengan adanya tingkat bunga ini, pemerintah dapat mengambil kebijakan terkait investasi. Bank-bank juga dapat menentukan tingkat bunga yang “dijual” kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah juga bisa mengambil kebijakan terkait penjualan obligasi negara dengan berpedoman pada tingkat bunga SPN. Sehingga penerimaan pembiayaan dalam negeri maupun pengeluaran pembiayaannya dapat ditentukan dalam APBN.
Lifting minyak dan ICP juga sangat penting diketahui untuk mengetahui seberapa besar subsidi yang diperlukan untuk kebutuhan BBM dan pendapatan negara bukan pajak dari sektor migas, khususnya produksi minyak bumi. BBM merupakan salah satu kebutuhan vital dalam menunjang perekonomian dan hajat hidup orang banyak, sehingga pemerintah perlu meramalkan kemampuan APBN untuk menyubsidi BBM, subsidi tarif dasar listrik (TDL), dan kebijakan-kebijakan lainnya. Dengan target lifting minyak dan prediksi ICP, pendapatan negara dapat diramalkan lebih baik.
Tercukupinya pasokan dan harga minyak yang stabil sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kegiatan usaha sehingga wajar jika pemerintah, masyarakat, badan usaha dan investor mendambakan harga minyak yang mampu diprediksi. Namun pada kenyataannya harga minyak tidak mudah diprediksi dan sering bergerak ke arah yang tidak diduga karena di pengaruhi faktor fundamental (permintaan, pasokan, stok minyak, kapasitas produksi, cadangan dunia, kemampuan kilang dunia) dan faktor non fundamental (geopolitik, kebijakan pemerintah, cuaca, bencana alam, pemogokan, kerusakan instalasi di mata rantai produksi, melemahnya nilai dolar, spekulasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar