Senin, 15 April 2013 kemarin, kami seluruh mahasiswa Spesialisasi Kebendaharaan Negara, STAN mengadakan kunjungan/studi lapangan Budaya Nusantara ke Bandung. Sekitar 330 mahasiswa berangkat menggunakan tujuh bus dari Bintaro bertolak pukul 08.00. Ada dua tempat yang kami kunjungi yaitu Museum Sri Baduga dan Saung angklung Udjo. Tetapi disini saya hanya akan menceritakan perjalanan di Saung Angklung Udjo.
Sekitar pukul
17.30, bus yang kami naiki telah mencapai lokasi Saung Angklung Udjo. Disambut
hujan rintik-rintik kami turun dari bus dan langsung menuju toko souvenir yang
menyediakan oleh-oleh khas Sunda, tentunya bukan makanana disini. Barang yang
ditawarkan beragam, mulai dari angklung, wayang golek, kaos, batik, gantungan
kunci, dan aneka pernak pernik khas Sunda lainnya dengan harga yang bermacam
pula tentunya. Pembelinya pun mulai dari anak sekolah hingga turis mancanegara.
Selepas maghrib,
sekitar pukul 18.30 akan dimulai pertunjukan. Kami sudah harus siap di arena
pentas yang berbentuk melingkar dengan kapasitas 400-an penonton. Saya sengaja
duduk di tribune paling depan dengan
alasan bisa lebih dekat dengan para pemain dan lebih jelas tentunya. Para
penonton masuk ke arena pentas dengan mengenakan tiket berbentuk angklung mini
dan telah disediakan es sebagai camilan. Karena cuaca saat itu sedang dingin,
saya hanya mengambil air mineral saja.
Sebelum masuk ke
dalam pertunjukan, alangkah baiknya kita mengetahui sejarah dari Saung Angklung
Udjo.
SEJARAH
Saung Angklung Udjo
didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena (Alm) yang akrab disapa Mang Udjo
dan istrinya, Uum Sumiati. Saung Udjo merupakan sanggar seni sebagai tempat
pertunjukan seni, laboratorium pendidikan sekaligus sebagai objek wisata budaya
khas daerah Jawa Barat dengan mengandalkan semangat gotong royong antar sesama
warga desa.
Saung Udjo berusaha
mewujudkan cita-cita dan harapan Abah Udjo (Alm) yang atas kiprahnya dijuluki
sebagai Legenda Angklung, yaitu angklung sebagai seni dan identitas budaya yang
membangggakan.