Facebook Badge

Tampilkan postingan dengan label Fungsi kerangka ekonomi makro. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fungsi kerangka ekonomi makro. Tampilkan semua postingan

Minggu, 22 Januari 2012

Fungsi Kerangka Ekonomi Makro dalam Penyusunan APBN (2)

Nilai tukar rupiah sangat penting diketahui dalam penyusunan APBN karena terakait erat dengan beban belanja yang harus dialokasikan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri maupun subsidi barang-barang impor seperti BBM yang sangat vital dalam menunjang perekonomian nasional. Pengeluaran pembiayaan berupa valas harus diukur dalam nilai mata uang rupiah. Jika kurs dijaga pada nilai yang kuat, maka anggaran belanja bunga dan pengeluaran pembiayaan lebih hemat. Subsidi BBM yang minyaknya diimpor harus dibiayai dengan anggaran yang tidak sedikit, sehingga perhitungan kurs yang tepat akan memberikan besaran yang tepat pula dalam memprediksi kebutuhan belanja subsidi. Jika kurs yang ditetapkan dalam APBN terlalu tinggi, bisa saja terjadi surplus anggaran karena kebutuhan subsidi lebih kecil. Tapi, jika kurs dipatok terlau rendah maka ketika nilai rupiah melemah, penutupan defisit anggaran dengan pembiayaan tak terelakkan lagi. Selain itu, banyak barang/jasa yang didatangkan dari luar negeri, sehingga diperlukan besaran yang akurat dalam menentukan besarnya kebutuhan dana dalam nilai rupiah. Lebih jauh lagi, kurs juga penting dalam perhitungan pendapatan bea masuk dan pajak warga negara asing yang tidak dibayarkan dalam mata uang rupiah, sehingga besaran pendapatan dapat diukur secara tepat dalam APBN.

Suku bunga SPN yang menggantikan suku bunga SBI penting diketahui, karena dengan adanya tingkat bunga ini, pemerintah dapat mengambil kebijakan terkait investasi. Bank-bank juga dapat menentukan tingkat bunga yang “dijual” kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah juga bisa mengambil kebijakan terkait penjualan obligasi negara dengan berpedoman pada tingkat bunga SPN. Sehingga penerimaan pembiayaan dalam negeri maupun pengeluaran pembiayaannya dapat ditentukan dalam APBN.

Lifting minyak dan ICP juga sangat penting diketahui untuk mengetahui seberapa besar subsidi yang diperlukan untuk kebutuhan BBM dan pendapatan negara bukan pajak dari sektor migas, khususnya produksi minyak bumi. BBM merupakan salah satu kebutuhan vital dalam menunjang perekonomian dan hajat hidup orang banyak, sehingga pemerintah perlu meramalkan kemampuan APBN untuk menyubsidi BBM, subsidi tarif dasar listrik (TDL), dan kebijakan-kebijakan lainnya. Dengan target lifting minyak dan prediksi ICP, pendapatan negara dapat diramalkan lebih baik.

Tercukupinya pasokan dan harga minyak yang stabil sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kegiatan usaha sehingga wajar jika pemerintah, masyarakat, badan usaha dan investor mendambakan harga minyak yang mampu diprediksi. Namun pada kenyataannya harga minyak tidak mudah diprediksi dan sering bergerak ke arah yang tidak diduga karena di pengaruhi faktor fundamental (permintaan, pasokan, stok minyak, kapasitas produksi, cadangan dunia, kemampuan kilang dunia) dan faktor non fundamental (geopolitik, kebijakan pemerintah, cuaca, bencana alam, pemogokan, kerusakan instalasi di mata rantai produksi, melemahnya nilai dolar, spekulasi).

Fungsi Kerangka Ekonomi Makro dalam Penyusunan APBN (1)



Asumsi ekonomi makro digunakan sebagai dasar penyusunan besaran-besaran dalam APBN, baik pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Selain itu, asumsi ekonomi makro juga penting kaitannya dengan penyusunan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) berdasarkan perhitungan prakiraan maju (forward estimate) yang dihitung dari besaran asumsi ekonomi makro dalam APBN.

Pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan pertambahan jumlah output yang dihasilkan dalam suatu negara. Tingkat perumbuhan ekonomi yang dihitung dari Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product (GDP) juga penting untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara melalui pendapatan per kapita. Dengan ditentukannya pertumbuhan ekonomi, maka akan didapat besaran yang dapat digunakan sebagai indikator pengambilan kebijakan dalam APBN. Pemerintah dapat mengambil rencana kebijakan strategis seperti perbaikan iklim investasi, peningkatan belanja publik, pemberian subsidi/transfer, program pengentasan kemiskinan dan pengangguran, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan layanan publik, perbaikan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan sebagainya untuk mencapai kemakmuran segenap warga negara.

Salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, indikator ini mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat dibanding dengan tingkat pertumbuhan penduduknya. Identifikasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi sangat bermanfaat dalam menganalisis berbagai permasalahan makro ekonomi di Indonesia. Berdasarkan pada teori ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan semakin banyaknya output nasional, mengindikasikan semakin banyaknya orang yang bekerja sehingga sepatutnya akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Data yang dikemukakan BPS menunjukkan bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen maka akan dapat menyerap 400.000 tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui insentif-insentif dan kebijakan yang pro growth, pro poor, pro job, dan pro environment.

Inflasi erat kaitannya dengan kesejhteraan dan pendapatan riil masyarakat. Jika terjadi inflasi yang persentasenya lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan nominal, maka kesejahteraan masyarakat akan turun. Pemerintah perlu memperhatikan tingkat inflasi dalam penyusunan APBN. Ketika terjadi inflasi dan harga barang-barang secara umum naik, maka diperlukan lebih banyak anggaran dalam APBN. Contoh yang paling mudah adalah kebijakan kenaikan gaji PNS/TNI/POLRI harus memperhatikan laju inflasi. Selain itu, dengan diketahuinya laju inflasi, maka pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil kebijakan terkait pemberian subsidi, alokasi belanja, dan sebagainya. Dalam penentuan prakiraan maju, tingkat inflasi harus dimasukkan sehingga besaran kebutuhan dana untuk beberapa tahun ke depan dapat diperkirakan. Begitu pula ketika terjadi perubahan tingkat inflasi, perhitungan kebutuhan dana dalam prakiraan maju juga akan disesuaikan.

Inflasi yang relatif rendah dan stabil merupakan prasyarat utama bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk mencapai kondisi tersebut di tengah kuatnya tekanan inflasi yang bersumber dari berbagai faktor eksternal dan faktor internal, diperlukan kebijakan yang tepat demi terjaganya stabilitas ekonomi makro ekonomi, dan pengendalian inflasi ke depan. Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Berbagai upaya telah dan akan terus dilakukan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk menjamin tersedianya pasokan dan lancarnya distribusi barang dan jasa. Koordinasi yang komprehensif dan terpadu antara pusat dan daerah, serta antara Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut diharapkan dapat menjaga kestabilan harga domestik, yang pada akhirnya dapat mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan.