Setelah beberapa lama tidak nge-post di Blogger akhirnya dapat mempublish lagi, kali ini bahasannya adalah tentang Pengelolaan Utang (mata kuliah yang saya pelajari semester V ini).
Nah jadi ada sebuah kasus yang saya ulas dan berikan opini terkait kasus tersebut, semoga bisa menambah pengetahuan akan Pengelolaan Utang di Indonesia. Pos ini adalah pos pertama dari 3 kasus dan opini yang akan saya publish.
Kasus
Utang Indonesia sudah hampir mencapai Rp
2.000 triliun, namun celakanya banyak utang tersebut dikorupsi oleh oknum
pejabat. Parahnya lagi dikorupsi sejak jaman Orde Baru hingga sampai saat ini
(era reformasi). Seperti diungkapkan Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani
Setiawan, utang luar negeri Indonesia sebesar itu, sayangnya sejak tahun
1998/1999 atau zaman Orde Baru sudah dikorupsi 30%.
"Itu diakui sendiri oleh Bank Dunia,
dimana pada 1998-1999, sebanyak 30% utang luar negeri Indonesia dikorupsi, itu
sejak zaman Orde Baru," kata Dani kepada detikFinance, Minggu (4/11/2012).
Dikatakan Dani, hingga sampai saat ini,
praktik mengkorupsi utang luar negeri Indonesia masih sering terjadi khususnya
utang luar negeri dalam bentuk program.
"Sampai sekarang pun utang luar negeri
Indonesia masih dikorup oleh oknum pejabat, seperti utang dalam bentuk program,
beberapa kasus kami temukan di daerah proyek pembangunan jalan, uang dari
utangnya sudah cair tapi jalannya tidak ada, lalu proyek pesisir laut juga
tidak ada wujudnya tetapi uangnya dari utang sudah cair juga, itu banyak terjadi
di Sulawesi dan Kalimantan," ungkap Dani.
(detik.com - 4 November 2012)
Opini:
Dalam praktiknya, mengelola uang hasil utang memang tak semudah teorinya.
Faktanya terdapat permasalahan yang begitu kompleks. Sistem sebagus apapun akan
sia-sia jika terdapat oknum yang tidak berintegritas dan tidak mempunyai
tanggung jawab terhadap negara. Kementerian Keuangan sebagai Chief Financial
Officer mempunyai tugas sebagai pengelola keuangan negara, termasuk diantaranya
adalah mengadakan pinjaman luar negeri dan meneruskannya kepada
kementerian/lembaga, pemerintah daerah, atau BUMN/D serta mengelola kas negara.
Sebagai pihak yang mengelola utang negara, kinerja Kementerian Keuangan
diharapkan dapat membuat utang luar negeri efisien dan efektif. Jangan sampai
utang yang diperoleh dipergunakan dengan tidak semestinya. Pengadaan utang
harus mempertimbangkan prinsip-prinsip pengadaan pinjaman luar negeri. Jangan
ada kepentingan pihak tertentu yang akan merugikan kepentingan nasional. Dalam
penerusan pinjaman luar negeri hendaknya Kemenkeu selektif dalam menyetujui
suatu proyek ataupun program yang diusulkan oleh kementerian/lembaga, pemda,
atau BUMN/D. Jangan sampai kejadian kasus korupsi seperti disebutkan di atas.
Salah satu cara yang mungkin ditempuh oleh Kementerian Keuangan adalah
dengan melakukan pengawasan secara langsung terhadap proyek yang dibiayai dari
pinjaman. Mekanisme yang bisa ditempuh antara lain meningkatkan koordinasi
dengan aparat pengawasan seperti BPK, BPKP, Itjen K/L, atau Inspektorat Daerah;
Membentuk tim pengawasan pelaksanaan penerusan pinjaman, atau mencairkan
pinjaman luar negeri ketika program/proyek telah terlaksana. Jadi mekanisme reimbursement yang digunakan disini.
Saat pembangunan proyek, K/L, pemda, BUMN/D dapat meminjam terlebih dahulu
kepada lembaga keuangan dalam negeri dengan dijamin oleh pemerintah saat
pembangunannya selesai pemerintah akan membayar utang tersebut.
Fungsi pengelolaan kas negara sendiri diantaranya adalah pemberian petunjuk
teknis pencairan dana pinjaman dan hibah luar negeri serta pemantauan dan
verifikasi pelaksanaan pembayaran, penagihan dan perkembangan kas. Sebagai
pengelola kas negara, Kemenkeu harus mengatur agar pengajuan pencairan dana
melalui KPPN benar sesuai aslinya. Jangan sampai terdapat proyek yang tak ada
wujudnya dananya sudah cair. Pengesahan SP2D atas SPM yang diajukan harus lebih
teliti dan hati-hati.